“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)” – QS Al Kausar : 2
Perintah berkurban yang disejajarkan langsung dengan perintah sholat menjadi salah satu penegasan urgensi dari pelaksanaan ibadah kurban yang memiliki esensi mendalam bagi umat muslim di seluruh dunia. Keikhlasan dan kesabaran menjadi nilai-nilai yang bersumber dari hikmah atas peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ratusan tahun yang lalu. Selain sebagai wujud ketaqwaan, berkurban juga menyimpan banyak nilai ekonomi di baliknya.
Bagaimana tidak? Laporan yang dikeluarkan oleh Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyatakan bahwa potensi ekonomi kurban di Indonesia mencapai 24,5 triliun rupiah pada tahun 2023. Angka tersebut didapatkan melalui hasil proyeksi transaksi hewan kurban sebanyak 1,78 juta ekor hewan yang terdiri dari 505.000 sapi dan kerbau serta 1,23 juta kambing dan domba yang berasal dari 2,08 juta masyarakat yang berkurban atau menjadi shahibul qurban. Banyaknya permintaan hewan ternak yang akan dikurbankan menjadi sebuah potensi ekonomi tersendiri bagi sektor peternakan yang juga memiliki multiplier effect pada pekerjaan lainnya, seperti penyedia pakan ternak, hingga pengrajin hasil akhir dari olahan atau limbah dari hewan kurban seperti pembuat bedug, dan lain sebagainya.
Kurban dan Kesejahteraan Sosial
Di sisi lain, prosesi berkurban yang dagingnya mencapai 103.000 ton dapat didistribusikan ke masyarakat luas di Indonesia. Hal ini didukung dengan inisiatif program sosial yang masif dihadirkan oleh lembaga sosial untuk mendistribusikan hasil kurban ke pelosok Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia masih mengalami ketimpangan terhadap konsumsi daging sebagai dampak dari ketimpangan pendapatan masyarakat Indonesia.
Hal ini dapat digambarkan melalui data yang dirilis oleh IDEAS menyatakan bahwa rata-rata penduduk Indonesia di persentil tertinggi yang digambarkan dengan satu persen kelas terkaya mampu mengkonsumsi 4,52 kg daging kambing dan sapi per tahun. Angka tersebut 230 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah yang digambarkan oleh satu persen kelas termiskin penduduk Indonesia yang hanya mampu mengkonsumsi 0,02 kg daging per tahun.
Secara keseluruhan, jika diukur dengan angka rasio gini, ketimpangan konsumsi daging di Indonesia mencapai lebih dari 0,6 yang menggambarkan ketimpangan terjadi sangat amat jauh. Sehingga, adanya kurban menjadi sebuah momentum untuk turut meningkatkan konsumsi daging di Indonesia. Menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) peningkatan konsumsi daging juga akan berdampak terhadap peningkatan standar hidup yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan suatu negara.
Kurban dalam Kacamata Ekonomi Syariah
Penyelenggaraan kurban yang menjadi bagian dari perintah dari Al-Qur’an memiliki implikasi terhadap nilai yang dijunjung ekonomi syariah. Hal tersebut dibuktikan oleh nilai ekonomi syariah yang turut mengedepankan aspek kebermanfaatan dan keadilan dalam upaya mencapai falah. Sehingga adanya konsep arus ekonomi dan distribusi kurban akan mendorong tercapainya nilai-nilai yang dibangun dalam ekonomi syariah. Tak hanya itu, adanya pembagian hasil kurban juga dapat menjadi wadah syiar dalam mengimplementasikan nilai orientasi sosial Islami yang menjadi salah satu pembeda ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional. Oleh karena itu, jika direfleksikan kembali, agenda kurban yang telah terlaksana di tahun 2023 ini bukan sekadar menjadi seremonial belaka. Namun ternyata mampu memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat khususnya melalui penguatan peran ekonomi syariah di Indonesia.
Penulis: Asyila Muthi’ah Syamsuri
Editor: Muhamad Iqbal Haqiqi