Memaknai Kurban Pada Saat Krisis

Memaknai Kurban Pada Saat Krisis

Oleh: Handi Risza Idris– Pengurus Pusat MES/Wakil Rektor Universitas Paramadina

Perayan Iduladha selalu memiliki makna dan sejarah panjang bagi kehidupan umat muslim di seluruh dunia. Sejarah panjang tersebut tidak terlepas dari perjalanan dan risalah kenabian yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as. dalam mencapai puncak keimanan kepada Allah Swt. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai puncak prosesi ibadah haji pada tanggal 10 Zulhijah dengan menjalankan perintah berkurban sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt. Kurban dalam implementasinya dapat menjaga keseimbangan antara kesalehan vertikalkepada Allah Swt. (hablulminallah) dan juga kesalehan horizontalkepada sesama manusia (hablulminnas).

Kurban berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata qaruba-yaqrubu-qurbaanan, yang berarti dekat baik dalam dimensi spiritual maupun sosial. Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada Iduladha dan hari tasyrik sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Kurban juga memiliki makna sosial dalam wujud binatang sembelihan yang dikeluarkan sebagai bentuk pengorbanan sebagian rezeki untuk berbagi kebahagiaan dengan masyarakat yang berhak menerimanya. Berkurban juga harus diaktualisasikan dalam bentuk pengembangan kepedulian sosial, semangat berbagi, dan sikap mengasihi sesama yang tidak mampu. BahkanNabi Muhammad saw. setiap Iduladha selalu menyembelih sendiri hewan kurbannya, kemudian mendistribusikannya kepada kaum fakir dan miskin, dan sedikit disisakan untuk dimakan keluarganya sehingga semua masyarakat mendapatkan kegembiraan dalam setiap pemotongan hewan kurban.

Selain itu, berkurban juga sarat dengan nilai-nilai pemberdayaan ekonomi. melalui kurban masyarakat yang dididik untuk mengembangkan ternak hewan kurban secara terprogram. Proses merawat dan membudidayakan hewan kurban secara sehat dan layak disembelih secara syar’i. Multiplier effect-nya tidak hanya bagi peternak hewan kurban, tetapi juga bisa dirasakan oleh pembuat pakan ternak, pencari rumput, pembuat beduk masjid, hingga penjual hewan kurban secara musiman sehingga nilai ekonomis yang ditimbulkan oleh hewan kurban sangat besar sekali bagi perekonomian masyarakat. Kondisi ini bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menambah penghasilannya.

Pelaksanaan kurban tahun ini telah memasuki tahun ketiga yang bersamaan dengan kondisi penyebaran Covid-19. Walaupun sudah mulai melandai, tetapi pandemi Covid-19 memiliki efek domino yang sangat besar. Bermula dari masalah kesehatan, hanya dalam waktu singkat krisis ini merembet menjadi masalah ekonomi dan sosial yang sangat pelik bagi kehidupan manusia di seluruh dunia saat ini. Apalagi saat ini juga terjadi ancaman krisis dari sektor pangan dan energi, tentu ini akan menjadi ujian baru bagi masyarakat, terutama kenaikan harga dan terbatasnya pasokan komoditas tersebut. Oleh sebab itu, pelaksanaan kurban menjadi momentum yang sangat tepat untuk mengimplementasikan semangat dan makna berkurban untuk, selain bentuk kecintaan kita kepada Allah SWT, juga membantu sesama masyarakat yang masih dalam masa pemulihan kondisi ekonomi.

Berita terkait  Wakaf untuk Pendidikan

Ujian Pandemi dan Ketidakpastian Ekonomi Bagi Umat Manusia

Covid-19 harus dipandang sebagai bentuk ujian dari Allah Swt. tidak hanya kepada umat Islam tetapi juga bagi seluruh umat dunia. Data terakhir menunjukkan Covid-19 telah menginfeksi kurang lebih 550 juta orang di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 6,34 juta orang dinyatakan meninggal dunia (Worldometers, 2022). Sedangkan di Indonesia, sejak Maret 2020 hingga hari ini telah menginfeksi sekitar 6,09 juta orang dengan total angka kematian di Indonesia menjadi 156,750 ribu orang.

Covid-19 juga telah memberikan dampak bagi perekonomian di seluruh dunia. Negara-negara telah mengeluarkan stimulus fiskal bahkan mengeluarkan surat utang yang sangat besar untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh pandemi. Beberapa lembaga internasional memprediksi kerugian akibat Covid-19 mencapai US$347 miliar atau sekitar Rp4.962 triliun (ADB, 2021), bahkan diperkirakan angka ini akan terus meningkat jika virus ini tidak bisa dikendalikan dalam waktu dekat ini. Begitu pula dengan dampaknya bagi perekonomian Indonesia. Secara nominal, perekonomian nasional diperkirakan kehilangan kesempatan menciptakan nilai tambah atau mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp1.356 triliun (Kemenkeu, 2021). Covid-19 telah menimbulkan ketidakpastian terhadap pemulihan ekonomi global.

Dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 telah membuat jutaan orang kehilangan penghasilan dan pekerjaan sehingga menyebabkan peningkatan pada angka kemiskinan dan pengangguran. Bahkan data menyebutkan ketimpangan antara si kaya dan si miskin makin lebar.

Walaupun pandemi Covid-19 sudah mulai melandai, dampak yang ditimbulkannya masih terasa. BPS mencatat, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2022 sebanyak 8,40 juta orang (6,26%). Begitu juga dengan angka kemiskinan, jumlah penduduk miskin pada bulan September 2021 mencapai 26,50 juta orang (9,71 %). Hal ini juga diiringi dengan tingkat ketimpangan (gini rasio) September 2021 yang masih berada pada kisaran 0,381.

Pemulihan ekonomi yang terjadi di sejumlah negara ternyata mendorong terjadinya peningkatan permintaan dan kenaikan harga-harga komoditas terutama di sektor energi dan pangan sehingga terjadi peningkatan inflasi yang merata secara global. Hal ini diperparah dengan terjadinya konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang memicu disrupsi penawaran komoditas strategis tersebut. Dampak dari konflik tersebut, diperkirakan akan menjadi salah satu faktor risiko terbesar bagi perekonomian global dan nasional ke depannya.

Selain dampak inflasi yang tinggi, beberapa risiko lain harus diwaspadai secara saksama adalah pengetatan kebijakan moneter global, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta ketidakseimbangan pola pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 di beberapa negara. Proyeksi kenaikan inflasi yang meningkat di Amerika Serikat juga berpotensi mengancam upaya pemulihan ekonomi apabila diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter oleh The Fed. Kondisi ini dapat menciptakan efek rambatan (spillover), volatilitas dan ketidakpastian di sektor keuangan, serta dinamika arus modal global. Kondisi ini tentunya menimbulkan ketidakpastian terhadap kondisi ekonomi global dan nasional ke depannya.

Berita terkait  Mengawal Transformasi Ekonomi Syariah di Indonesia

Makna Kurban di masa Pandemi

Kesadaran Nabi Ibrahim as. dan putranya Nabi Ismail as. bisa menjadi inspirasi bagi para pemimpin negeri untuk selalu mementingkan persoalan yang lebih besar ketimbang diri dan keluarganya. Kekokohan keimanan Nabi Ismail as. terbukti dengan dihadirkannya seekor hewan kurban sebagai pengganti dirinya. Peristiwa yang diabadikan Alquran tersebut hendaknya menjadi pelajaran bagi pemimpin di seluruh negeri. Pemimpin harus memiliki keimanan yang kokoh untuk mengikis setiap ego dan nafsu pribadi yang berlebihan, serta bersikap jujur dalam setiap langkah dan transparan dalam bersikap sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat memberikan dampak yang lebih luas pada masyarakat. Keteladanan seperti inilah yang bisa menjadi penawar terhadap krisis yang sedang kita hadapi.

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kurban menjadi momentum yang sangat tepat bagi para pemimpin pada setiap tingkat kepemimpinan untuk menjaga dan melindungi masyarakat dari dampak pandemi Covid-19, baik pada aspek kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Pada masa krisis seperti saat ini, para pemimpin hendaknya mampu memastikan daya beli dan konsumsi masyarakat dengan menyalurkan semua bantuan kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Jangan sampai, di tengah penderitaan rakyat, masih ada segelintir pejabat melakukan moral hazard seperti korupsi dan manipulasi bantuan sosial bagi masyarakat.

Iduladha kali ini juga bisa menjadi sarana untuk menguatkan sikap peduli dan saling tolong menolong antar sesama. Hewan kurban yang disembelih pada hari pelaksanaan kurban (tasyrik) hendaknya diprioritaskan kepada saudara-saudara kita yang kurang mampu di sekitar kita, bahkan perlu dikemas dalam bentuk daging kaleng yang bisa tahan lama, kemudian didistribusikan ke masyarakat di pelosok negeri yang selama ini jarang bisa merasakan daging kurban. Dengan demikian kita sudah bisa mengantisipasi potensi terjadinya krisis pangan yang selama ini menjadi momok bagi masyarakat di berbagai pelosok negeri. 

Penutup

Mari kita kuatkan kembali berbagai makna dan pelajaran yang terkandung dalam momentum ibadah kurban ini, baik sebagai bentuk kecintaan kita kepada Allah Swt. maupun kepada bangsa dan negara. Pandemi Covid-19 dan ketidakpastian ekonomi global harus disikapi sebagai sarana untuk mengetuk nurani dan membangkitkan rasa empati secara kolektif, bersama-sama bergerak untuk mencari solusi-solusi alternatif bagi permasalahan multidimensi yang sedang kita hadapi.

Pelaksanaan kurban yang penuh makna terkandung di dalamnya memberikan inspirasi yang mendalam bagi kita semua untuk mengatasi pandemi ini secara bersama-sama. Kepahlawanan yang sudah ditunjukkan oleh beberapa pihak melewati batas kewajiban dan pengabdian yang mereka lakukan merupakan bukti kecintaan masyarakat terhadap bangsa dan negaranya.

Pelaksanaan kurban juga hendaknya dapat memberikan keteladanan dari para pemimpin untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Editor: Pimgi Nugraha

Related Posts
1 Comment

[…] dilihat sebagai bagian dari gerakan pemerataan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Dengan adanya ibadah kurban, banyak masyarakat miskin di pelosok Indonesia yang akhirnya bisa mengonsumsi daging. Selain itu, […]

Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *