Bank Kalimantan Syariah

Bank Kalimantan Syariah

Oleh Bambang Saputra (Sekretaris Umum MES Balikpapan)

Tahun ini menjadi tantangan dan momentum besar bagi Unit Usaha Syariah (UUS) termasuk UUS Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Kalimantan untuk membuat kebijakan strategis spin off. Sesuai amanat Undang-Undang No. 21 tahun 2008, tahun 2023 merupakan batas akhir bagi bank umum konvensional yang memiliki UUS untuk melakukan penyapihan menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Dalam UU tersebut, spin off wajib dilakukan maksimal 15 tahun sejak UU diterbitkan, dengan syarat share asset-nya mencapai minimal 50 persen dari aset bank induknya.

Ada tiga skenario yang setidaknya dapat dilakukan oleh UUS BPD yaitu konversi BPD menjadi BUS, merger/konsolidasi UUS BPD, dan UUS BPD mengembalikan izin usaha dan/atau menjual asetnya ke bank syariah lain. Terdapat 3 BPD yang telah menjadi BUS, yaitu BJB Syariah (2010), Bank Aceh Syariah (2016), dan Bank NTB Syariah (2018).

UUS BPD lainnya masih menunggu dukungan kebijakan dan insentif dari pemangku kepentingan di daerah.  POJK No.12/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mewajibkan modal inti minimum Bank Umum sebesar Rp3 triliun paling lambat akhir 2022. Namun, bagi BPD diberikan tenggat waktu hingga akhir 2024. Bagi bank selain Perusahaan Induk dalam skema Kelompok Usaha Bank (KUB) maka modal inti minimum sebesar Rp1 triliun. POJK No. 59/2020 tentang syarat dan tata cara pemisahan UUS mensyaratkan modal disetor pendirian BUS hasil pemisahan paling kurang Rp1 triliun dalam bentuk tunai. POJK ini merevisi PBI No. 15/2013 yang mensyaratkan modal disetor pendirian BUS hasil pemisahan paling kurang Rp500 milyar. Tentu ini bukan nominal yang kecil untuk Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai pemegang saham BPD, mengingat Pemda juga membutuhkan banyak dana untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi daerah.

Berita terkait  LSP KS dan LPPI Jalin Kerja sama Penguatan SDM Keuangan dan Perbankan

Bank Kalimantan Syariah

Berdasarkan tantangan tersebut, dalam konteks Kalimantan, pilihan merger UUS BPD Kaltimtara, UUS BPD Kalsel, dan UUS BPD Kalbar menjadi Bank Kalimantan Syariah (BKS) menjadi strategis untuk menghasilkan bank syariah yang efisien, kuat, dan memiliki daya saing di regional Kalimantan. Secara umum, share asset Bank Syariah (BUS dan UUS) di Kalimantan masih sebesar 4,6 persen dari nasional dengan kontribusi UUS yang didominasi UUS BPD sebesar 40 persen. Hadirnya BKS akan mendorong perkembangan perbankan syariah di daerah dan nasional terutama potensi mendukung pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan.

Upaya menuju BKS tentunya harus mendapatkan dukungan politik dari Pemda di Kalimantan selaku pemiliki modal. Untuk itu, dibutuhkan peran Pemerintah Pusat, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syarah (KNEKS), termasuk Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) untuk mempertemukan Kepala Daerah se-Kalimantan. Adanya pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan kebijakan dan komitmen insentif dalam membangun BKS kuat di tengah kompetisi bisnis perbankan yang mikin ketat.

Berita terkait  Transformasi Digital Ponpes Penggerak Perekonomian

Dalam jangka pendek, dibutuhkan tim khusus perwakilan dari UUS BPD Kaltimtara, Kalsel, dan Kalbar untuk mengadakan riset komrehensif guna mengatahui kondisi pasar, preferensi nasabah existing, kesiapan, dan kesediaan pegawai terhadap poses merger, posisi bank di antara bank pesaing, serta merumuskan starategi pemasaran setelah merger.

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *