Jakarta – Seperti halnya kondisi ekonomi global, Indonesia juga dalam bayang-bayang kemungkinan terburuk situasi ekonomi nasional. Fenomena pandemi yang saat ini masih berlangsung menyebabkan proyeksi beberapa lembaga internasional berspekulasi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pada Senin (27/4) Pengurus Pusat MES kembali menyelenggarakan Sharia Online Talk Series ke 4 dengan tema “Mungkinkah Terjadi Resesi Ekonomi Dampak Covid-19”. Acara ini bertujuan memberikan gambaran situasi ekonomi dan upaya mitigasi terhadap proyeksi di masa mendatang.
Pengurus Pusat MES, Abra Talattov menjelaskan ekonomi Indonesia berpotensi mengalami resesi pada tahun 2020 akibat dampak Covid-19. “Indonesia berpotensi mengalami resesi ekonomi akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang mengalami kontrakasi secara berturut-turut. Beberapa lembaga internasional sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari positif menjadi negatif. IMF telah memangkas pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi -3 % yang sebelumnya tumbuh 3%. Dan inilah yang mendorong ekonomi Indonesia berpotensi besar mengalami resesi.” Jelas Abra
Meskipun terjadi Resesi, tidak menutup kemungkinan ekonomi Indonesia akan tumbuh positif di masa mendatang setelah pandemi berakhir. “Menariknya walaupun ekonomi kita diprediksi oleh beberapa lembaga internasional akan negatif di tahun ini tapi prediksi reborn untuk tahun depan sangat besar. IMF sendiri berpendapat bahwa ekonomi Indonesia bisa mengalami pertumbuhan kembali 5.8 %. Kalau memang pemerintah dan dunia usaha bisa melakukan mitigasi krisis ini dengan cermat.” Lanjut Abra.
Pria yang juga sebagai peneliti junior INDEF ini menyatakan bahwa sektor ekonomi syariah mengalami guncangan khususnya di sektor riil. “Covid ini akan berimbas terhadap keseluruhan sektor termasuk ekonomi syariah, terutama di sektor riil, karena yang paling pertama terdampak dari sektor pariwisata dan ekonomi syariah tentunya juga terdiri dari sektor rill seperti UMKM, sehingga kita harus kreatif melalui platform perdagangan online dan berbagai macam perangkat yang tersedia untuk bertahan.”ungkapnya
Abra juga menjelaskan bahwa penyebab dari resesi ekonomi di era pandemi ini dipicu dari kondisi supply dan demand. “ Resesi ekonomi tahun ini menarik dibanding sebelumnya, dilihat dari dua sisi, supply dan demaind shock. Demand berkurang karena mobilitas terhambat sehingga semua aktivitas masyarakat dibatasi dan sisi supply juga mengalami shock karena industri mengalami aktivitas produksi yang tidak normal disebabkan hambatan dalam bahan baku industri yang membutuhkan ketersediaan bahan impor. Sehingga rantai pasok produksi terganggu.” Tegasnya
Selain dari sektor riil, potensi resesi yang dihadapai Indonesia juga dari sisi capital out flow (aliran modal asing). “Karena kepanikan di seluruh dunia menyebabkan investor cenderung mengamankan asset mereka ke tax haven (pajak rendah) seperti membeli emas dan memburu dollar dengan membeli surat berharga dari negara yang masih dianggap aman. Terjadinya capital out flow di Indonesia baik dari pasar modal dan pasar valas sangat tinggi, bahkan sampai menyebabkan nilai tukar rupiah sempat drop 18% jadi dari sisi sektor riil dan capital out flow yang menyebabkan potensi terjadinya resesi ekonomi.” Imbuhnya
Sementara itu, dampak yang secara langsung dirasakan dengan kondisi demikian adalah melonjaknya angka pengangguran di Indonesia. Abra mengungkapkan dalam waktu satu bulan jumlah pengangguran berkisar 1.9 Juta tenaga kerja. “Dampak terburuk dari resesi secara langsung adalah Melonjaknya tingkat pengangguran, per 16 April sudah ada sekitar 1,9 juta tenaga kerja baik sektor formal dan informal sudah di rumahkan dan di PHK. Padahal covid berlangsung 1 bulan dan pemerintah memproyeksikan jumlah pengangguran akan meningkat 5 juta orang jika kondisinya semakin memburuk.” Jelas Abra
Sebagai upaya menekan angka pengangguran yang kian massif pemerintah telah mengeluarkan paket stimulus, baik relaksasi kredit maupun penciptaan lapangan kerja dengan alokasi dana dari kementerian tenaga kerja. “Dari sektor formal di sektor pariwisata hotel, pemerintah sudah mulai bekerja sama dengan hotel swasta untuk menjadikan fungsi hotel sebagai pendukung penanganan covid, melalui OJK juga telah memberikan stimulus relaksasi kredit untuk menunda pembayaran kredit selama setahun bagi perusahaan yng berdampak dan dalam sisi penciptaan lapangan kerja, mengalokasikan dari beberapa anggaran Kementerian Tenaga Kerja dengan membuat proyek yang bisa menyerap tenaga kerja dan melalui instrumen dana desa untuk diarahkan langsung supaya bisa memberikan penghasilan buat masyarakat di desa.” Pungkasnya