Dalam perspektif Islam, praktik utang-piutang yang dilakukan dengan niat membantu sesama bukan hanya bernilai sosial, tetapi juga berpahala besar sebagai bentuk nyata dari ajaran tolong-menolong dalam kebaikan.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Umum Pengurus Daerah MES Aceh Besar, Zakiah Zainun, dalam perbincangan bersama RRI Banda Aceh pada Rabu (23/7).
Zakiah menjelaskan, dalam istilah Arab, utang dikenal dengan sebutan al-qardh, yang berarti memotong sebagian harta untuk dipinjamkan kepada orang lain tanpa mengharapkan keuntungan.
“Dalam syariat Islam, memberikan utang adalah bentuk tolong-menolong, bukan ladang mencari untung. Maka tidak boleh ada tambahan, bunga, atau imbalan seperti cashback maupun hadiah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan merupakan amalan mulia. Berdasarkan hadis, orang yang memudahkan atau bahkan membebaskan utang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat.
“Bayangkan, saat semua orang kepanasan di Padang Mahsyar, orang yang memaafkan atau memberi kelonggaran kepada yang berutang akan dinaungi oleh Allah. Ini luar biasa,” ujarnya.
Namun demikian, Islam juga menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam proses utang-piutang. Zakiah mengingatkan bahwa niat adalah aspek krusial bagi pihak yang berutang.
“Kalau sejak awal sudah ada niat tidak melunasi, maka keberkahan rezekinya bisa dicabut oleh Allah. Tapi kalau ada itikad baik dan dicatat secara jelas, bahkan disaksikan dan dimaterai, justru akan memudahkan pelunasan,” katanya.
Zakiah menutup perbincangan dengan menegaskan bahwa prinsip kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab merupakan fondasi utama dalam transaksi keuangan syariah, termasuk dalam praktik utang-piutang.
Penulis : Muhammad Lutfi N.S. | Editor : Herry Aslam Wahid
Sumber foto : Dokumentasi MES
Eksplorasi konten lain dari Masyarakat Ekonomi Syariah
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.